TRUSTNEWS.ID,. - Kesan inilah yang ditangkap Teguh Arif Handoko Ketua Umum Asosiasi Logistik & Forwarder Indonesia DPW Jawa Tengah dan DIY, ketika diajak berdialog tentang prospek usaha JPT khsusunya di wilayah Jawa Tengah dan DIY.
Sayangnya, di wilayah Jawa Tengah dan DIY, animo pengusaha JPT untuk bergabung ke dalam NLE masih sangat rendah. Bahkan secara nasional, tercatat baru 22 perusahaan JPT yang terintegrasi di dalamnya. Faktor inilah, lanjut Teguh yang harus sama-sama dicarikan jalan keluarnya. Harus ada kekuatan sinergi untuk mendorong program yang dicanangkan pemerintah tersebut bisa berjalan maksimal.
Minimnya perusahaan JPT di Jawa Tengah DIY bergabung ke dalam NLE karena masih ada yang belum memahami secara detail tentang program ini. Alasan lainnya, belum ada standarisasi khusus dari pemerintah apakah NLE merupakan program yang mewajibkan perusahaan JPT masuk di dalamnya atau tidak.
“Padahal, sinergi antara pemerintah dan NLE merupakan langkah penting dalam membangun ekosistem logistik yang kuat dan berkelanjutan. Kerja sama yang baik dapat membantu menciptakan iklim yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi dan perdagangan yang lancar dalam suatu negara,” terang Teguh kepada Trustnews belum lama ini.
Seperti diketahui NLE merupakan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan efisiensi logistik nasional, dengan memastikan kelancaran pergerakan arus barang ekspor dan impor, maupun pergerakan arus barang domestik, baik antar daerah dalam satu pulau, maupun antar pulau.
NLE sendiri merupakan upaya untuk meningkatkan kinerja logistik nasional guna memperbaiki iklim investasi dan meningkatkan daya saing perekonomian nasional. Hal tersebut juga merupakan implementasi dari Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional.
Untuk itu, ke depan, ALFI akan terus mendorong perusahaan JPT untuk bergabung program pemerintah tersebut, sehingga NLE bisa berjalan maksimal, khususnya di Jawa Tengah dan DIY.
ALFI akan berperan maksimal dengan menerjunkan sumber daya manusianya untuk menjangkau lebih luas, termasuk memberikan pemahaman mengenai NLE, terutama yang berkaitan langsung dengan penanganan kargo ekspor dan impor. “Sebab tidak semua orang memahami dengan baik tentang seluk beluk di bea cukai, karantina dan lain sebagainya,” tambahnya.
Pria yang dikenal ramah itu juga menekankan, kebijakan yang digelontorkan pemerintah itu akan berfungsi maksimal jika semua unsur yang terlibat di dalamnya seperti pengguna jasa, pihak JPT, dan bea cukai yang melakukan pemeriksaan dan karantina mampu terintegrasi dengan baik secara nasional.
Program NLE akan berjalan terpadu atau terkoneksi positif , apabila si pengguna jasa mau menggunakan secara maksimal. Diakui Teguh, di Jawa Tengah NLE belum sepenuhnya berjalan maksimal, karena dari semua unsur yang terlibat didalamnya belum ada yang merangkul dan terkoneksi dengan baik,” tegas Teguh.
Contoh sederhananya bisa dilihat dari pelaksanaan Delivery Order (DO) di Jawa Tengah. Saat ini, tambahnya, untuk menjalankan DO online walaupun dengan website dan aplikasi JPT masing-masing, ternyata tidak langsung terkoneksi dengan website NLE.
Bahkan, ketika ada kapal yang bersandar di hari Sabtu, baru bisa mengurus dokumen pada hari Senin. Padahal jika program ini tertata dan terprogram dengan baik, di hari kedatangan kapal secara otomatis dokumen sudah bisa diurus. Jika memakan waktu, tentu akan berdampak pada biaya yang akan dikeluarkan oleh pengusaha JPT.
Sejatinya, melalui DO Online, pelayanan dalam mendapatkan akses informasi terkait pergerakan kegiatan, dan biaya-biaya kapal setiap saat secara cepat dan akurat. Tidak hanya efisiensi biaya, percepatan waktu pelayanan kapal di pelabuhan jauh lebih mudah dan transparan, karen menggunakan pelayanan digital ini. Sebagai contoh adalah bentuk layanan panduan dan penundaan kapal, layanan jadwal dan penyandaran kapal. Semua perusahaan JPT dapat memantau kegiatan tersebut secara digital dan otomatis.