Menurut UU Minerba No.4/2009, Hasil produk tambang tidak boleh lagi diexport dalam bentuk bahan baku (bijih tambang) atau bahan setengah jadi (seperti konsentrat). Sektor tambang harus diarahkan untuk bisa menjadi Pusat Pertumbuhan Ekonomi Baru dengan mendorong Hilirisasi.
Di Komisi VII DPRRI Dr Kurtubi meminta Pemerintah untuk tidak hanya mendorong membangun smelter, tapi juga perlu secara terintegrasi direncanakan untuk membangun Industri Hilir termasuk rencana pemenuhan kebutuhan listriknya yg bisa menopang terjadinya Industrialisasi. Industrialisasi Berbasis Tambang seperti ini sangat mungkin untuk terbangun di daerah-daerah penghasil tambang ditanah air, termasuk di NTB. Tambang tembaga, nikel, bauksit, Emas, Perak, Uranium, Thorium, Batubara, Bijih Besi, dll sangat berpotensi untuk menjadi basis industrialisasi berbasis tambang.
Dalam Rapat Bersama antara DPRRI dan DPDRI 16 Agustus 2019 untuk mendengar Pidato Presiden RI, Ketua DPDRI mengintrodusir perlunya Indonesia mulai membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). PLTN sangat tepat untuk mendukung INDUSTRIALISASI di tanah air karena listriknya stabil 24 jam, bersih, teknologinya sudah sangat aman dan dengan biaya yg sangat kompetitif.
Pastinya, industrialisasi berbasis tambang selain dapat mempercepat negeri besar ini menjadi Negara Industri Maju juga dapat mengurangi kesenjangan antara Jawa dan Luar Jawa. Presiden menyampaikan meski tantangan global yg terus berkembang, kita optimis bisa menjadi negara maju dengan persatuan dan dukungan seluruh masyarakat.