Berjaya di tahun 80-an, lalu terseok-seok menyusuri jalanan ibukota, kini mulai percaya diri dengan capaian lama yang diperoleh. begitulah roda nasib, kadang di atas dan kadang di bawah. Begitulah Perum Perusahaan Pengangkutan Djakarta (PPD) yang nyaris di tinggal sejarah.
Bangkit dari kematian, kalimat yang cocok dilekatkan pada PPD, yang sudah hadir sebelum proklamasi kemerdekaan RI dikumandangkan, kerap bergonta-ganti status mulai dari Perjan, PT, PN dan kini Perjan.
PPD pun menjadi saksi segala kemajuan Ibukota Jakarta. Di balik gemerlap lampu kota megapolitan, justru PPD tengah berjuang menuju kematian, saat pemerintah memutus untuk menghentikan subsidi. Dari 1.000 unit, di tahun 2000 terus susut menyisakan 345 armada di akhir 2012 tinggal 345 armada. Itupun dengan kondisi umur sudah di atas 10 tahun.
Pande Putu Yasa yang saat itu menjabat salah satu direktur PPD, mengalami konflik batin. Harap maklum, perusahaan yang ikut membesarkannya, justru hidup dan matinya berada di tangannya.
“Tahun 90an mungkin sampai tahun 2010 perusahaan ini sudah mengalami kerugian puluhan miliar, bus-bus rombeng yang ada di lapangan dan jumlah karyawan yang banyak,” ujar Direktur Utama Perum PPD Pande Putu Yasa kepada TrustNews.
Tak hanya menjalin komunikasi dengan Kementerian BUMN dan Kementerian Perhubungan. Dia pun tak lelah meyakinkan dua kementerian itu bahwa PPD bisa diselamatkan. Tentu dengan sejumlah rencana strategis.
“Tahun 2012 PPD mulai melakukan perbaikan. Armada kami jauh lebih bagus sekarang. Dari segi laba, tahun 2012 sudah bisa mencatatkan laba walaupun kecil, namun sampai dengan detik ini laba PPD sudah mencapai Rp 38 miliar,” tegasnya.
Kunci keberhasilan, menurutnya, keberanian dan keyakinan untuk bertransformasi dan menyehatkan manajemen di seluruh aspek strategis antara lain finansial, SDM dan operasional. Strategi pembenahan yang diterapkan adalah fokus pada membentuk manajemen perusahaan yang sehat dan transparan.
“Bicara SDM di transportasi itu ada dua, yakni ahli di bidang transportasi dan ahli di bidang pemeliharaan. Untuk bidang transportasi PPD bekerja sama dengan Sekolah Tinggi Transportasi Darat Kementerian Perhubungan. Sedangkan bidang pemeliharaan, PPD merekrut lulusan PKTJ Tegal. Keduanya didikan Kementerian Perhubungan,” paparnya.
Dengan kesungguhan, PPD kembali menggeliat. Singgasana sebagai “raja jalanan” yang dulu terlepas, kini kembali disandang. PPD tak hanya berseliweran di Jabodetabek, tapi juga tampak di sejumlah wilayah luar Jakarta.
Tak hanya mengoperasikan bus Transjakarta, tetapi juga JR Connexion dan JA Connexion, yang melayani publik dari permukiman dan pusat perbelanjaan ke lokasi lain, termasuk Bandara Soekarno-Hatta.
“Konsepnya dimana ada perumahan yang memerlukan transportasi, di situ kita menyediakan transportasi. Kita jemput bola. Kita juga bekerjasama dengan pemerintah daerah. Untuk Jabodetabek, hampir seluruhnya sudah melakukan kerjasama dengan perum PPD saat ini. Kedepan akan kerjasama dengan Pemprov Bali, namanya Serba Kita,” ujarnya.
Tak hanya ingin memperluas wilayah dan diversifikasi bisnis, menurutnya, PPD ingin kembali seperti era tahun 90-an, dimana namanya begitu lekat di benak masyarakat. Namun, di era milenial, anak-anak milenial tidak saja tahu, tapi juga bangga dengan PPD.
“Kalau kita lempar kepada masyarakat, "apasih PPD?" masih banyak yang tidak tahu. Tapi kalau kita berbicara di tahun 90an, bus kota itu ya PPD. Kita juga ingin PPD menjadi perusahaan yang handal, dipercaya masyarakat dan bersaing dalam lingkup global,” pungkasnya.(TN)
Baca Juga :