trustnews.id

Asia Prima Konjac Porang Primadona Ekspor Indonesia
Dok, istimewa

TRUSTNEWS.ID,. - Porang, sebuah tanaman yang dulu hanya dianggap sebagai tanaman liar kini menjadi pusat perhatian dalam dunia bisnis agro di Indonesia. Porang kini tidak hanya menjadi primadona di dalam negeri, tetapi juga diminati di pasar ekspor.

Dengan terus berkembangnya industri pengolahan dan semakin tingginya permintaan pasar ekspor, porang menjadi salah satu simbol kebangkitan pertanian Indonesia.

Revie Christianto Gozali, Direktur PT Asia Prima Konjac (APK) Madiun, mengaku optimis akan masa depan yang cerah untuk tanaman umbi ini, yang telah membuktikan bahwa ia mampu bersaing dan menawarkan potensi luar biasa di pasar global.

"Porang ini punya viskositas yang tinggi banget, yang tidak bisa digantikan oleh lainnya," ungkap Revie Christian Gozali kepada TrustNews.

"Kami sangat yakin ini bukan industri yang 'sunset', tapi masih sunrise. Optimisme kami terhadap bisnis porang ini ke depan masih sangat tinggi."

APK, lanjutnya, membutuhkan bahan baku porang basah sekitar 250 ton per hari untuk memenuhi kebutuhan pasar ekspor. Angka ini mencerminkan betapa besarnya potensi porang di mata dunia.

"Tergantung seberapa besar tanamannya, karena ini ada musimnya. Kalau bisa sepanjang tahun, selama barangnya ada, kapasitas kami bisa sebesar itu," ujarnya optimis.

Ke depan, APK terus berupaya untuk memastikan keberlanjutan pasokan bahan baku porang dari petani agar ekspansi bisnis dan kebutuhan ekspor tetap dapat terpenuhi.

"Dalam upaya keberlanjutan pasok, APK menjalin kemitraan erat dengan petani dari berbagai daerah seperti Trenggalek, Ponorogo, Nganjuk, dan Mojokerto," ujarnya.

"APK juga siap menerima pasokan porang dari daerah lain di seluruh Indonesia, asalkan kualitasnya terjaga. Kalau satu Indonesia ada, pasti kita terima, selama barangnya bagus," tegasnya.

Sekedar diketahui, harga porang saat ini untuk umbi porang basah dari petani dihargai Rp 11.000 per kilogram. Harga Porang kering dalam bentuk chip atau keripik saat ini berada di angka Rp 50 ribu perkilogram.

Gozali, mengurai APK memfokuskan pada pengolahan porang menjadi berbagai produk turunan. Produk awal dari buah porang adalah keripik yang dikenal sebagai konjac chips. Dari keripik ini, kemudian diproses lebih lanjut menjadi tepung porang, yang memiliki berbagai kegunaan.

Selain berfokus pada ekspor, APK juga memiliki peran signifikan dalam menyerap tenaga kerja lokal. "Saat ini, kami mempekerjakan sekitar 500 orang, baik di Madiun maupun di kantor pusat kami," ujarnya.

"Ini bukan hanya soal bisnis, tapi soal menciptakan kehidupan yang lebih baik untuk banyak orang," ungkapnya.

Tepung porang, menurutnya, dapat digunakan sebagai pengental dalam produk seperti jelly, roti, dan berbagai bahan makanan lainnya. Selain itu, perusahaan juga memproduksi produk lain seperti beras porang dan mie shirataki, yang bisa langsung dikonsumsi.

"Beras porang APK merupakan alternatif makanan sehat karena rendah kalori-hanya sekitar 70 kalori per 100 gram beras matang-dan tidak mengandung gula, yang menjadi keunggulan utamanya," urainya.

"Untuk ekspor, APK mengekspor produk konjac chips (keripik porang) dan konjac powder (tepung porang). Produk- produk ini menjadi alternatif makanan yang lebih sehat, terutama dengan beras porang sebagai salah satu brand unggulan mereka," tambahnya.

Upaya penetrasi APK ke mancanegara, diakui Gozali tidak bisa dilepaskan dari peranan Badan Karantina Indonesia (Barantin) dalam mempermudah proses ekspor.

"Kami tidak pernah menghadapi kendala berarti dengan Badan Karantina, malah sebaliknya, mereka sangat mendukung," ujarnya.

Dia menambahkan, walaupun ada perubahan dalam hal prosedur, seperti penerapan Verifikasi Izin Komoditas (VIC), prosesnya tetap berjalan lancar. "Komunikasi kami dengan mereka baik, dan itu sangat membantu kelancaran ekspor," tambahnya.

Sebagai perusahaan yang terus bertumbuh, PT. APK menyadari pentingnyabdi sektor industri, APK menunjukkan optimisme besar dalam menghadapi tantangan masa depan, terutama dalam mengintegrasikan teknologi untuk menciptakan efisiensi dan daya saing yang tinggi.

"Di era industri modern ini, otomatisasi, digitalisasi, dan manajemen berbasis data menjadi kunci utama untuk memastikan efisiensi dan daya saing di pasar internasional. Tanpa inovasi, produk porang Indonesia berisiko tertinggal di tengah kompetisi global yang semakin ketat," pungkasnya. (TN)