trustnews.id

Dampak Retensi Reasuransi Bagi Perekonomian Nasional
Direktur Utama Indonesia Re, Kocu Andre Hutagalung.

Premi reasuransi jumlahnya Rp30 triliun per tahun, berdampak besar terhadap perekonomian tanah air.

Direktur Utama Indonesia Re, Kocu Andre Hutagalung, memandang penting program optimalisasi retensi reasuransi. Kebijakan “memproteksi” ini berdampak besar terhadap perekonomian tanah air. 
Dampak yang dimaksud itu, pertama, semakin besar premi ditahan di dalam negeri, akan mengendalikan tingkat defisit transaksi neraca berjalan sektor asuransi yang nilainya mencapai Rp5 trilunan sampai Rp6 triliunan setiap tahun.
“Mengendalikan capital flight dalam bentuk premi reas ke luar negeri. Ini membantu nilai tukar rupiah akan lebih stabil,” ujarnya. 
Kedua, uang premi yang di tahan bisa diinvestasikan di dalam negeri. Angkanya pun terbilang fantastis, Rp30 triliun per tahun. 
“Premi reasuransi itu jumlahnya Rp30 triliun per tahun. Dulu premi reasuransi yang total 100 persen, 70% lari ke luar negeri, sekarang hampir 60 persen kita tahan di dalam negeri,” paparnya.
Ketiga, adanya premi yang tertanam di dalam negeri dan dimanfaatkan untuk pengembangan investasi di dalam negeri, akan memberikan stimulus bagi roda perekonomian nasional. Ujung-ujungnya, penerimaan pajak yang diterima negara pun semakin membesar. 
“Kalau ditanya apa pengaruhnya, jelas sangat besar sekali pengaruh dari program optimalisasi retensi terhadap perekonomian nasional,” tegasnya. 
Keberhasilan tersebut terbukti dari catatan Indonesia Re. Per 2018, premi bruto perusahaan ini mencapai Rp 5,84 triliun. Angka ini meningkat 8,3% dibanding 2017 yang sebesar Rp 5,39 triliun. Dari premi bruto tersebut, Direktur Teknik Operasi Indonesia Re Kocu Andre Hutagalung mengatakan, perusahaannya terus menahan premi retensi pada angka 70% dari premi bruto.
Retensi dalam negeri adalah kemampuan pertanggungan perusahaan untuk menahan premi supaya tidak digelontorkan ke perusahaan reasuransi luar negeri. Per 2017 misalnya, premi retensi perusahaan ini mencapai Rp 3,76 triliun atau 69,75% dari premi bruto yang sebesar Rp 5,39 triliun.
Sementara itu, perusahaan resuransi pelat merah, PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re, membukukan pertumbuhan premi bruto di kisaran 10% (yoy) pada kuartal I/2019.
Berdasarkan laporan keuangan audited, Indonesia Re secara konsolidasian membukukan pendapatan premi bruto senilai Rp6,2 triliun pada 2018. Realisasi itu bertumbuh sekitar 7,27% dibandingkan Rp5,78 triliun pada 2017.
Hasil underwriting perseroan tercatat senilai Rp333,32 miliar atau turun hingga 15,2% (yoy) pada 2018. Kendati begitu, laba setelah pajak Indonesia Re secara konsolidasian tumbuh 30,48% (yoy) menjadi Rp200,58 miliar.
Data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menunjukkan pada akhir kuartal I/2019, sektor reasuransi tercatat membukukan premi bruto senilai Rp4,22 triliun. Realisasi itu bertumbuh hingga 34,4% (YoY) dari Rp3,13 triliun pada kuartal I/2018. Pada periode yang sama, klaim bruto sektor jasa keuangan ini tercatat senilai Rp1,25 triliun atau naik 15,2%. (TN)