trustnews.id

Aliansi  Korban KSPSB Akan Gelar Aksi Demo di Kemenkop
Nasabah korban KSPB rugikan masyarakat,
Diduga Ditipu Investasi Bodong

Aliansi Korban KSPSB Akan Gelar Aksi Demo di Kemenkop

BISNIS Senin, 26 Oktober 2020 - 00:19 WIB TN

Jakarta, Ketua Aliansi Korban KSPSB ,Rahja mengatakan, pihaknua bersama korban lainnya, aka melakukan aksi damai di depan kantor Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada hari Senin, 26 Oktober 2020, pukul 10.00 WIB. 

Dalam rencana aksi Senin, Aliansi bermaksud melakukan pemberitahuan ke Kementerian  Koperasi dan UKM bahwa KSPSB telah gagal bayar sejak April 2020. 

Aliansi merasa keluhan para anggota KSPSB yang telah dirugikan akibat gagal bayar tidak ditanggapi Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM)  sebagai mana mestinya. Aliansi  KSPSB juga sudah mengirimkan tiga surat keluhan kepada Kemenkop UKM  yang hingga saat ini masih belum ada tindak lanjut. 

"Kami merasa bahwa Kementrian Koperasi tidak melaksanakan Undang-Undang No.25 tahun 1992 tentang Perkoperasian. Banyak sekali kelalaian dalam fungsi Kemenkop sebagai regulator dan  pengawas perkoperasian di negara Republik Indonesia. Sudah 3 surat keluhan kami sampaikan berakhir tanpa tindak lanjut," ujar Rahja, Ketua Aliansi Korban KSPSP (Akabe), dalam keterangan tertulisnya, Minggu (25/10/2020).

Diketahui,sebelumnya, sejumlah anggota KSB melaporkan pengurus dan direktur Koperasi Simpan Pinjam 

Sejahtera Bersama (KSP SB) atas dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan terkait dugaan investasi bodong ke Polda Jawa Barat, (20/10).

Rahja menjelaskan, bahwa pihak kuasa hukum para korban membuat laporan ini sehubungan dengan adanya produk Simpanan Berjangka Sejahtera Prima yang diterbitkan oleh KSPSB dengan iming-iming bunga tinggi,hingga ada korban yang menyetorkan dana hingga mencapai total Rp 8,4 miliar ke rekening milik KSPSB yang ditindak lanjuti dengan penerbitan sertifikat Simpanan Berjangka Sejahtera Prima.

Dalam sertifikat itu tercantum nilai nominal, bunga, lengkap dengan klausul perihal jatuh tempo. Akan tetapi, dalam kenyataan ternyata pembayaran imbal hasil tersebut tidak sesuai dengan yang telah diperjanjikan. 

Selain itu, kata dia, dari pihak kuasa hukum para korban banyak yang telah melayangkan peringatan melalui somasi  kepada pihak KSPSB, namun tidak pernah mendapat tanggapan.

"Kasus KSPSB telah melalui proses hukum, di pengadilan tinggi Jakarta Pusat yang memutuskan,terkait Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Proposal Perdamaian Merugikan Anggota Koperasi," ungkap Rahja.

Namun,pada tanggal 20 Oktober lalu, proses PKPU tetap disahkan, namun kasus ini mencuat kembali karena para anggota koperasi yang merasa dirugikan sebagai korban investasi bodong merasa tidak puas dengan revisi-revisi proposal Skema Perdamaian dimana terdapat Tata Cara Pencicilan Hutang kepada Kreditur/Anggota) dengan beberapa alasan.

"Tidak ada laporan keuangan resmi yang dipublikasikan di media mainstream sebagai acuan," ujarnya.

Kemudian, kata dia tiidak ada laporan daftar aset koperasi, tidak ada daftar tagihan seluruh kreditur.

Selanjutnya, tidak ada laporan cashflow dan saldo kas.Tidak ada laporan rekening bank. Tidak ada jaminan aset atas skema pembayaran cicilan tersebut. 

Menurutnya, Aliansi Korban juga berpendapat ada kesimpangsiuran data antara Tim Pengurus PKPU dan Data KSPSB.."Seperti jumlah anggota sebanyak 52.000 orang (versi Tim-PKPU) sedangkan menurut versi KSPSB jumlah anggota sebanyak 180.000 orang," ungkapnya.

Selain itu, daftar tagihan ada 2 versi yaitu sebesar Rp 3 triliun pada saat laporan Rapat Anggota Tahunan 2019, namun membengkak menjadi Rp 7 triliun setelah PKPU sementara dipublikasikan pada 5 Oktober 2020.

Dia menambahkan,ketidakpuasan Aliansi korban KSPSB terhadap Kemenkop sebagai regulator antara lain. "Pengawasan yang buruk yang seharusnya merupakan tugas dari Deputi Bidang Pengawasan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah - Kemenkop UKM terhadap sekian banyaknya koperasi yang bermasalah di Republik ini," tegasnya.

Sementara itu,tidak pernah dipublikasikan laporan keuangan banyaknya Koperasi di Indonesia yang telah melalui tahap audit publik. 

Bahkan, penempatan investasi beresiko tinggi (seperti saham RIMO dan REPO) tanpa persetujuan anggota. Hal ini terjadi pada kasus internal KSPSB.

Ia menyesalkan sikap Kemenkop yanng mudahnya  memberikan penghargaan-penghargaan kepada Koperasi berindikasi bermasalah, pada umumnya, termasuk Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera Bersama (KSPSB). 

"Hal ini menyebabkan daya tarik dan banyak calon anggota yang tertipu/terbuai menyimpankan dananya kedalam institusi-institusi bermasalah tersebut. Ironisnya, penghargaan terakhir diberikan oleh DInas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Propinsi Jawa Barat pada tanggal 10 Juni 2020 kepada KSPSB.Padahal sudah mengalami gagal bayar sejak bulan April 2020," paparnya.