Kemkominfo menggulirkan Digital Talent Scholarship, program beasiswa bagi 20.000 generasi muda Indonesia. Agar Indonesia dapat bersaing dengan negara-negara lain.
Perkembangan teknologi tak bisa dipungkiri telah memberikan kontribusi pada kehidupan manusia hampir di semua aspek. Mesin uang yang ditemukan James Watt di abad 19 telah membuat lompatan besar dalam sejarah umat manusia.
Sebuah era yang terus berjalan, tidak saja menggantikan “otot” tapi juga mengambil alih “otak” dengan kecerdasan buatan pada saat ini. Cepatnya perkembangan teknologi, tidak saja menggeser tenaga kerja skill rendah dengan mesin produksinya. Tapi juga membuat jurang pemisah antara dunia pendidikan, kelulusan dan dunia kerja yang kian melebar.
Riset McKinsey Global Institute pada 2017 menyebutkan, seiring berkembangnya Industri 4.0, permintaan terkait tenaga kerja yang memiliki keterampilan khusus akan naik sebanyak 113 juta pada 2030. Sedangkan 800 juta pekerjaan di seluruh dunia diperkirakan akan hilang.
Berdasarkan laporan World Economic Forum 2018, Indonesia masih tertinggal dalam hal kesiapan dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0. Indonesia berada di peringkat 80 dari 137 negara dalam hal kesiapan teknologi. Dari aspek efisiensi pasar kerja, Indonesia berada di posisi 96.
Untuk menjawab persoalan itulah, Menteri Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bergerak cepat menggulirkan Digital Talent Scholarship, program beasiswa bagi 20.000 generasi muda Indonesia dengan tujuan agar Indonesia dapat bersaing dengan negara-negara lain di era Revolusi Industri 4.0.
Menkominfo, Rudiantara mengatakan, ada tiga hal besar yang terjadi di Indonesia pada 2030 mendatang. Hal ini disampaikannya pada sebuah diskusi di Jakarta pada Maret lalu. Ketiga hal tersebut diantaranya Indonesia berada di puncak bonus demografi dimana usia produktif berjumlah dua kali lipat dibanding usia non-produktif. Pada saat itu, ekonomi Indonesia akan menguat, nilainya sama dengan seluruh ekonomi ASEAN jika disatukan saat ini.
“Lalu akan ada consuming class baru, tambahan 90 juta on top of 45 juta yang ada tahun lalu, totalnya jadi 135 juta. Agar itu semua tercapai, kita butuh SDM, butuh brain,” ujar Rudiantara.
Lebih lanjut Menteri Kominfo menjelaskan ada tiga talenta dalam dunia digital, yaitu basic skill (talenta dasar) yang berkaitan dengan literasi digital, misalnya bisa membedakan mana kabar hoaks dan mana yang bukan. Lalu talenta kedua adalah intermediate skill (menengah), hingga advance digital skill (mahir). Dari ketiga skill ini, beasiswa DTS menyasar pada intermediate skill, menekankan pada peningkatan talenta di tingkat vokasional.
“Intermediate skill ini yang Digital Talent Scholarship, Kominfo siapkan 20.000 digital talent level teknisi. Kenapa level teknisi? Kami bicara dengan Google, Microsoft, Cisco, mereka sulit menemukan level teknisi. Menutupinya harus merekrut dari luar negeri. Maka yang harus dikejar untuk menjawab kebutuhan tersebut adalah membuat “sekolah” digital talent,” papar Rudiantara.
Ada 8 (delapan) bidang pelatihan yang masuk dalam kurikulum Beasiswa DTS, yaitu artificial intelligence, big data analytics, cyber-security, machine learning, digital policy & cloud computing, internet of things, programming & coding, serta graphic design & animation.
Untuk DTS ini, Kemkominfo juga melakukan kerjasama dengan beberapa universitas diantaranya, 22 universitas negeri, 11 universitas swasta dan 22 politeknik negeri. “Kami ingin melatih talenta digital tidak hanya terpusat di Pulau Jawa, tetapi juga dari Aceh hingga Papua,” ujar Rudiantara.
“Pemerintah mengambil posisi untuk segera mungkin meningkatkan skill dan kompetensi, jadi bukan hanya pengetahuan, karena kalau pengetahuan bisa kuliah dengan gelar sarjana S1 dan S2, tapi kalau skill dan kompetensi, anak bangsa kita harus dilatih mempunyai skill dan kompetensi khusus di bidang teknologi,” pungkas Rudiantara.(**)