Jakarta - Di tengah upaya Kementerian Pertanian (Kementan) menahan derasnya alih fungsi lahan baku sawah. Kabar mengkhawatirkan itu datang datang dari Food Agriculture Organization (FAO). Lembaga pangan dunia ini memprediksi krisis pangan dan kekeringan akan melanda negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Pandemi Covid-19 dan musim kemarau yang lebih panjang ditengarai penyebab krisis tersebut.
Dalam upaya menepis prediksi itu, Kementan pun dituntut melakukan langkah konkret untuk menjamin ketersediaan pangan. Berbagai langkah strategis dilakukan Kementerian Pertanian ( Kementan) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) dalam upaya peningkatan ketersediaan pangan.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy, mengatakan, tetap fokus berupaya menjaga ketersediaan pangan dengan beragam program dan kegiatan yang mendukung peningkatan produksi tanaman pangan.
“Kita di PSP ini mendukung kegiatan budidaya dan pembangunan komoditas tanaman pangan. Disana ada padi, jagung, kedelai, hortikultura, bawang, cabe dan sayuran lainnya, kemudian di komoditas perkebunan juga. Jadi mulai dari fasilitasi alat mesin pertanian untuk apa, untuk mengubah mindset dari pola budidaya tradisional menjadi ke pola modern,” ujar Sarwo Edhy.
Antara lain, percepatan penyiapan dan peningkatan produksi pangan, perbaikan infrastruktur irigasi, penyediaan sumber air (embung, pipanisasi, pompanisasi), penyediaan akses pembiayaan pertanian melalui KUR, proteksi sektor pertanian dengan AUTP dan AUTS, pengembangan mekanisasi pertanian hingga penyediaan pupuk bersubsidi.
“Kita juga melihat ada jaringan irigrasi tersier, embung, perpipaan, perpompaan dan seterusnya juga. Kemudian kita juga kaitannya dengan aspek lahan, penyiapan lahan. Kemudian baik di lahan reguler maupun rawa juga kita optimalkan. Sehingga diharapkan kekurangan lahan ini kaitan dengan peningkatan profitas dan produksi nasional untuk mengamankan pangan 267 juta jiwa ini bisa kita amankan,” tegasnya.
Untuk alat mesin pertanian (Alsintan), lanjutnya, tahun 2020 sudah dianggarkan sebesar Rp 785 miliar Anggaran ini untuk pengadaan Alsintan seperti traktor roda dua 7.195 unit, pompa air 7.230 unit, rice transplanter 400 unit, cultivator 1.747 unit, hand spray 8.195 unit dan traktor roda empat 773 unit. Sarwo Edhy yakin pertanian Indonesia sudah harus mengarah ke pertanian modern.
“Petani tidak boleh tertinggal, karena sektor pertanian sekarang sudah modern. Ciri pertanian modern itu adalah memanfaatkan teknologi dan Alsintan,” ujar dia.
Pertanian modern, menurut Sarwo Edhy sangat dibutuhkan untuk menjawab tuntutan yang diemban pertanian saat ini, yakni meningkatkan produktivitas dan mengurangi kerugian.
“Hal itu bisa dilakukan menggunakan teknologi. Dari olah tanah, tanam, panen, hingga pascapanen, semua bisa dilakukan dengan mesin dan hasilnya bisa lebih maksimal,” tegasnya.
Sementara untuk rehabilitasi jaringan irigasi tersier (RJIT), 2020 dicanangkan seluas 135.600 Ha di 32 Provinsi dan lebih dari 300 Kabupaten Kota. Program RJIT diutamakan pada lokasi yang telah dilakukan SID pada tahun sebelumnya. Diutamakan pada Daerah Irigasi yang saluran primer dan sekundernya dalam kondisi baik.
Pembangunan embung pertanian, dicanangkan 400 Unit di 30 Provinsi dan lebih dari 226 Kabupaten/Kota. Kegiatan dapat berupa embung, dam parit, dan longstorage. Serta irigasi perpompaan dan irigasi perpipaan.
“Irigasi perpompaan alokasi sebanyak 1.000 unit di 32 Provinsi dan 285 Kabupaten Kota, irigasi perpipaan alokasi sebanyak 138 Unit di 25 Provinsi dan 59 Kabupaten Kota. Luas layanan Minimal 20 Ha (Tanaman Pangan), dan 10 Ha (Hortikultura, Perkebunan, dan Peternakan),” ungkap Sarwo Edhy.
Selain itu, Kementan juga akan gencar mensosialisasikan program KUR melalui Penyuluh Pertanian atau Kostratani yang ada di kecamatan-kecamatan. Subsidi bunga KUR tahun 2020 sebesar Rp 190 triliun dengan bunga sebesar 6%.
“Program KUR Pertanian ditargetkan sebesar Rp 50 triliun. Meliputi tanaman pangan Rp 14,23 triliun, hortikultura Rp 6,39 triliun, perkebunan Rp 20,37 triliun, dan peternakan Rp 9,01 triliun,” sebut Sarwo Edhy.
Terkait masalah pembiayaan pertanian bagi petani, lanjutnya tidak lagi didominasi oleh bantuan pemerintah, tetapi petani diarahkan untuk mulai mengenal dan memanfaatkan kredit dari perbankan dengan bunga rendah 6% yaitu program KUR.
“Kementerian Pertanian bertindak sebagai fasilitator penyaluran KUR, sehingga petani tidak takut lagi untuk pergi ke bank, ataupun bank tidak lagi memvonis kegiatan usaha yang dilakukan petani merupakan usaha yang tidak bankable,” paparnya.
Adapun eksisting pembiayaan pertanian, menurutnya, dilaksanakan melalui berbagai lembaga. Antara lain Kredit Usaha Rakyat, Pembiayaan yang bersumber dari dana BUMN (Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL/CSR), Pembiayaan yang bersumber dari Badan Layanan Umum - Pusat Investasi Pemerintah (BLU PIP) Kementerian Keuangan, untuk sektor pertanian dan pembiayaan yang bersumber dari lembaga keuangan mikro dan koperasi pertanian yang diselenggarakan melalui simpan pinjam anggota.
“Untuk KUR, skim kredit ini merupakan pembiayaan modal kerja dan atau investasi yang diberikan kepada debitur yang memiliki usaha produktif dan layak namun belum memiliki agunan tambahan. Skema ini disalurkan oleh bank maupun lembaga keuangan bukan bank yang ditunjuk,” paparnya.
Sarwo Edhy menjelaskan, penyerapan KUR pertanian masih didominasi sektor hulu. Kementan akan mendorong juga pemanfaatan KUR di sektor hilir, seperti untuk pembelian alat pertanian.
"Sektor hulu selama ini dianggap lebih mudah diakses karena tidak memerlukan agunan. Padahal KUR dengan plafon besar pun sebenarnya akan mudah diakses jika digunakan untuk pembelian alat," ungkap Sarwo Edhy.
Realisasi serapan KUR ini tersebar di sejumlah Provinsi. Tertinggi serapannya adalah Jawa Timur sebesar Rp 3,6 triliun. Disusul Jawa tengah sebesar Rp 2,7 triliun, Sulawesi Selatan sebesar Rp 1,2 triliun, Lampung sebesar Rp 838 miliar, dan Riau sebesar Rp 804 miliar.
Kemudian Banten sebesar Rp 19 miliar, DKI Jakarta sebesar Rp 16 miliar, Papua Barat sebesar Rp 13,6 miliar, Kalimantan Utara sebesar Rp 9,5 miliar, dan Maluku Utara sebesar Rp 8,6 miliar.
"Kami akan tingkatkan serapan di Provinsi yang lainnya. Karena belum semua petani tau proses mengakses KUR ini. Padahal syarat mendapat KUR pertanian cukup mudah. Petani hanya diharuskan memiliki lahan garapan produktif, rancangan pembiayaan anggaran, dan sejumlah syarat untuk kepentingan BI Checking. Jika penyaluran KUR bekerja sama dengan bank milik BUMN, bunganya hanya 6 persen,” paparnya.
Tidak hanya itu, Kementan menggandeng BUMN untuk memaksimalkan lahan rawa melalui program cetak sawah pertanian. BUMN diajak menggarap lahan rawa gambut menjadi sawah dengan data kehutanan sosial dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Sarwo Edhy menjelaskan bahwa lahan gambut seluas 200.000 hektare yang akan digarap menjadi lahan sawah dilakukan dengan pembiayaan sepenuhnya dari BUMN. Sementara itu, Kementerian Pertanian akan melakukan bimbingan dan pembinaan teknis.
Seperti diketahui, lahan gambut memerlukan penanganan khusus, seperti pemberian dolomit untuk menetralkan asam pada tanah sebelum bisa ditanami.
"Untuk lahan gambut yang 200.000 hektare ini akan dibiayai dari dana BUMN. Bagaimana dari sisi pertaniannya, kita hanya melakukan pembinaan teknis. Itu atas perintah Presiden," pungkasnya. (TN)