trustnews.id

Frozen in Java
Sumber: google

Frozen in Java

PERISTIWA Minggu, 07 Juli 2019 - 14:19 WIB TN

Embun beku (frozen) dataran tinggi Dieng dan hawa dingin di sejumlah daerah, akibat aliran monsun dingin Australia. 
 
Seorang pendaki dikabarkan pingsan akibat kedinginan dalam pendakiannya ke puncak Gunung Lawu. Pendaki tersebut pingsan akibat hawa dingin yang mencapai minus 3 derajat. Pihak pengelola pendakian ke puncak Gunung Lawu melalui jalur klasik Singo Langu di Kabupaten Magetan, Jawa Timur (Jatim) meminta pendaki untuk berhati-hati selama cuaca ekstrem beberapa hari terakhir.
Kasi Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Magetan Fery Yoga Saputra mengatakan, meski sempat pingsan namun pendaki tersebut berhasil mendapat pertolongan di Pos Cemoro Sewu.
“Kemarin ada (pendaki pingsan) tapi sudah dilakukan dievakuasi, tidak ada masalah,” ujarnya.
Fery menambahkan, untuk mengantisipasi cuaca ekstrem di Puncak Lawu para pendaki diimbau untuk membawa peralatan mendaki yang memadai serta membawa obat-obatan. Para pendaki juga diminta untuk melaporkan kedatangan dan kepulangan mereka.
"Kadang ada pendaki yang naik lewat Candi Cetho pulang lewat Cemoro Sewu, kita harapkan pendaki untuk melapor ke petugas,” imbuhnya.
Kondisi ekstrem juga terjadi di Kawasan dataran tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Pada Selasa (25/6) pagi, suhu udara mencapai minus 7 derajat celsius. Ini berbeda dari hari sebelumnya yang mencapai minus 9 derajat celsius.
Embun beku (frozen) karena cuaca dingin di bawah nol derajat celsius itu menyelimuti hamparan padang rumput yang datar di kawasan Candi Arjuna, Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Banjarnegara. Sementara lahan miring atau lereng bukit relatif aman dari embun beku.
Embun beku ini muncul sejak Mei dan diperkirakan terus meningkat hingga puncaknya pada Agustus mendatang. Embun ini beberapa kali muncul pada Juni 2019 di Dieng. Beberapa tanaman di lahan hortikultura pun terkena dampaknya.
Meski tidak seekstrem suhu udara di Gunung Lawu dan Dieng, suhu udara di Kota Bandung, Jawa Barat lebih dingin dibanding sebelumnya. Kondisi tersebut mulai terasa saat malam hari hingga pagi keesokan harinya. Suhu udara terendah tercatat sebesar 17 derajat celcius pada Jumat (21/6), akibatnya warga Bandung yang hendak bepergian ke luar pun harus mengenakan pakaian tebal dan berlapis.
Fenomena embun es terjadi di beberapa kawasan pegunungan dan dataran tinggi di Pulau Jawa. Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) fenomena ini terjadi hingga Agustus.
"Diprediksikan potensi kondisi suhu dingin seperti ini masih dapat berlangsung selama periode puncak musim kemarau, Juni-Juli-Agustus, terutama di wilayah Jawa hingga Nusa Tenggara," kata Deputi Bidang Meteorologi Drs. R. Mulyono R. Prabowo dalam keterangannya, Selasa (25/6).
Mulyono juga menjelaskan kejadian kondisi suhu dingin tersebut merupakan fenomena yang normal. 
"Kondisi suhu dingin tersebut akan lebih terasa dampaknya seperti di wilayah dataran tinggi Dieng (Jawa Tengah) ataupun daerah pegunungan lainnya di mana pada kondisi ekstrem dapat menyebabkan terbentuknya embun beku atau frost," beber Mulyono.
Secara umum, lanjut Mulyono, kondisi suhu dingin ini terjadi sebagai akibat dari adanya aliran massa udara dingin dan kering dari wilayah benua Australia yang dikenal dengan aliran monsun dingin Australia. 
Mulyono menerangkan, monsun dingin Australia aktif pada periode bulan Juni-Juli-Agustus, yang umumnya merupakan periode puncak Musim Kemarau di wilayah Indonesia selatan ekuator. 
"Desakan aliran udara kering dan dingin dari Australia ini menyebabkan kondisi udara yang relatif lebih dingin, terutama pada malam hari dan dapat dirasakan lebih signifikan di wilayah dataran tinggi atau pegunungan," jelas dia.
Mulyono melanjutkan, kondisi musim kemarau dengan cuaca cerah dan atmosfer dengan tutupan awan sedikit di sekitar wilayah Jawa-Nusa Tenggara dapat memaksimalkan pancaran panas bumi ke atmosfer pada malam hari sehingga suhu permukaan bumi akan lebih rendah dan lebih dingin dari biasanya. "Kondisi ini bertolak belakang dengan kondisi saat musim hujan atau peralihan, di mana kandungan uap air di atmosfer cukup banyak karena banyaknya pertumbuhan awan, atmosfer menjadi semacam "reservoir panas" sehingga suhu udara permukaan bumi lebih hangat," beber dia.
Berdasarkan data pengamatan BMKG, selama sepekan ini suhu udara lebih rendah dari 15 derajat Celcius tercatat di beberapa wilayah seperti di Frans Sales Lega (NTT) dan Tretes (Pasuruan), suhu udara rendah terukur di Frans Sales Lega (NTT) hingga 9.2 derajat Celcius pada tanggal 15 Juni 2019.
Hal senada juga dikemukakan Kepala Sub Bidang Peringatan Dini Cuaca BMKG Agie Wandala beberapa hari terakhir suhu udara di sebagian wilayah Indonesia selatan ekuator memang cukup dingin dan mengalami penurunan signifikan khususnya pada malam hari.
Agie menjelaskan fenomena embun beku di beberapa tempat seperti di sekitar dataran tinggi Dieng merupakan hal yang normal. 
Secara klimatologis, lanjut Agie, monsun Australia aktif pada periode bulan Juni-Juli-Agustus, yang dikenal pula sebagai periode puncak musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia, terutama wilayah Jawa hingga Nusa Tenggara. 
"Intrusi atau desakan aliran massa udara dingin dari Australia ke wilayah ekuator ini menyebabkan beberapa tempat di Indonesia terutama di sekitar selatan ekuator akan mengalami kondisi udara yang relatif lebih dingin, terutama pada malam hari," urainya.
Agie mengungkapkan, kondisi cuaca cerah dan atmosfer yang relatif kering kelembapannya di sekitar wilayah Jawa-Nusa Tenggara saat ini juga turut mempengaruhi penguatan dampaknya. 
Karena sifat kondisi langit yang cerah yang dapat memaksimalkan pancaran gelombang bumi pada malam hari dan menyebabkan suhu permukaan bumi relatif akan cepat turun dan lebih dingin dari biasanya terutama pada malam hari.
"Kondisi ini bertolak belakang dengan kondisi saat musim hujan atau peralihan di mana kandungan uap air di atmosfer cukup banyak karena banyaknya perawanan, sehingga atmosfer menjadi semacam "reservoir panas" saat malam hari," jelas Agie.(TN)