TRUSTNEWS.ID,. - Bukan hal mudah bagi PT PLN (Persero) Unit Induk Wilayah Maluku dan Maluku Utara (UIW MMU) dalam meningkatkan rasio elektrifikasi di Provinsi Maluku dan Maluku Utara. Kondisi geografis berbentuk kepulauan yang dikelilingi beberapa pulau kecil di wilayah Provinsi Maluku Utara dengan luas wilayah darat sebesar ±738,1 km².
Tentunya memberi tantangan tersendiri dalam mengejar ketertinggalan ratio elektrifikasi, jika dibandingkan dengan provinsi tetangga yakni Maluku. Kedua provinsi ini masing-masing mencatat sebesar 87,42 persen dan 91,33 persen.
“Ada banyak tantangan yang kami hadapi di lapangan. Sebagai provinsi kepulauan kondisi cuacanya kerap tidak menentu, seperti cuaca ekstrem yang diikuti gelombang tinggi. Ini membuat mobilisasi peralatan pendukung menjadi terhambat. Belum lagi akses untuk mencapai pulaupulau dan desa-desa,” ujar Awat Tuhuloula, General Manager PLN Unit Induk Wilayah Maluku dan Maluku Utara (UIW MMU) kepada TrustNews.
“Tetapi begitu tiba di lokasi dan disambut gembira dan antusias masyarakat yang juga turut membantu,” tambahnya. Awat menggambarkan kondisi di kedua provinsi tersebit. Dimana Provinsi Maluku memiliki 11 kabupaten/kota, sementara Maluku Utara terdiri dari 10 kabupaten/kota.
Komitmen PLN untuk mewujudkan energi berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, dengan tantangan tersebut bisa dilalui dalam beberapa bulan terakhir ini. Hal ini terlihat dari pencapaian target sepanjang 2023.
“Sampai dengan 31 Juli 2023, kami telah melistriki 2.039 desa dari total 2.441 desa di Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara. Dengan rincian 989 desa dari 1.241 desa di Provinsi Maluku, dan 1.050 desa dari 1.200 desa di Provinsi Maluku Utara,” ujar Awat.
Melalui Program Listrik Desa, sejak 2018 PLN menargetkan 97 lokasi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di Maluku dan Maluku Utara. Sampai dengan Mei 2023, sebanyak 39 PLTD di antaranya telah beroperasi, kemudian tepat di 17 Agustus 2023, sebanyak 38 titik PLTD dilakukan penyalaan tahap kedua secara serentak sebagai hadiah kemerdekaan bagi masyarakat Maluku dan Maluku Utara.
Selanjutnya, pada 27 Oktober 2023 yang bertepatan dengan Hari Listrik Nasional ke- 78, PLN pada puncaknya melaksanakan penyalaan Listrik Desa tahap ketiga di 20 lokasi PLTD tersisa. Dengan demikian, pada tahap 1-3 penyalaan, total sebanyak 490 Desa dan 56.740 pelanggan berhasil dilistriki.
“Kondisi geografis Maluku yang berbentuk kepulauan menjadikan sistem kelistrikan di wilayah ini terdiri dari sistem berskala kecil dan tersebar disetiap pulau berpenghuni dengan total sebanyak 164 sistem kelistrikan.
Dengan rincian kondisi sistem kelistrikan sampai dengan Desember 2023 yaitu Kapasitas 393,17 MW, Daya Mampu 352,16 MW, Beban Puncak 242,77 MW, dan Cadangan 109,39 MW,” paparnya. Program Listrik Desa, kata dia, merupakan wujud kehadiran negara untuk menghadirkan listrik di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) dan mewujudkan energi berkeadilan.
“Masyarakat yang ada di pelosok desa memiliki hak yang sama untuk memperoleh akses energi listrik. Melalui program listrik desa, komitmen negara hadir bagi masyarakat terkait pemenuhan kebutuhan itu perlu kita galakkan,” katanya pula. Awat berharap, dengan hadirnya listrik di beberapa desa ini turut mendorong peningkatan perekonomian di daerah tersebut.
Selain untuk kebutuhan rumah tangga, listrik juga disebutnya dapat membuka kesempatan bagi masyarakat untuk mengembangkan usaha mereka, baik di sektor perikanan maupun perkebunan.
Adapun penggunaan ALMA (Anjungan Listrik Mandiri), Awat membeberkan data, Sebanyak 28 Anjungan Listrik Mandiri (ALMA), sudah dibangun PT PLN (Persero) Unit Induk Wilayah Maluku dan Maluku Utara (UIW MMU) dalam kurun waktu setahun.
Sepanjang Januari hingga Desember 2023, 28 ALMA tersebar di pelabuhan dan dermaga di Maluku dan Maluku Utara. Dari total 28 ALMA, Ternate jadi kota dengan pembangunan terbanyak, yakni sebanyak 11 unit. Kemudian disusul Kota Ambon dengan 8 unit, 4 unit di Masohi, Tual dan Tobelo masing-masing 2 unit, dan sedikitnya 1 unit di Sofifi.
Menurut Awat, pembangunan ALMA terbanyak dilakukan di Maluku Utara sebab moda transportasi laut lebih banyak berlalulalang di perairan provinsi berjuluk ‘Moloku Kie Raha’ itu.
“Dibandingkan dengan Maluku, Malut ini memang lebih banyak transportasi lautnya. Banyak kapal feri dan kapal ikan yang lepas sandar di pelabuhan-pelabuhannya. Jadi, kami fokuskan pembangunannya lebih banyak di sana” ujarnya.
“Kota Ambon pun demikian. Sebagai pintu masuk ke berbagai daerah di Maluku, perlu kami sediakan ini kepada kapal-kapal agar memudahkan mereka memperoleh energi. Hal ini setidaknya dapat membantu masyarakat dalam hal melalukan efisiensi,” pungkasnya.