TRUSTNEWS.ID,. - Langit biru Sumatera Timur menjadi saksi untuk pertama kalinya benih kelapa sawit ditanamkan di Pulu Raja, Asahan, pada tahun 1911. Penanaman ini sekaligus menandai dimulainya Industri sawit di Indonesia.
Adalah Adrien Hallet, seorang ahli agronomi asal Belgia, dan Karel Kessler, seorang ahli perkebunan Belanda di perusahaan bernama Nederlandsche Handelsmaatschappij (NHM), sawit tak lagi jadi tanaman penghias halaman rumah.
Sawit tumbuh melampaui batas-batas ladang, menjadi nadi perekonomian dan penopang jutaan jiwa. Penanaman itu, yang disaksikan langit dan bumi Sumatera, adalah awal mula sebuah perjalanan besar, di mana alam dan manusia saling berkait dalam irama yang terus bergulir hingga hari ini.
Lima tahun berselang, pada 1916, di tengah deru kolonial dan aroma masa depan yang samar, lahirlah sebuah inisiatif: sebuah tempat untuk merawat ilmu, mengasah teknologi, dan mencari makna dari pohon-pohon sawit yang mulai menjulang. Tempat itu, cikal bakal Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), bukan sekadar institusi, tetapi sebuah altar kecil di mana ilmu dan alam bertemu, berdialog, dan berbagi rahasia.
Seperti benih yang membutuhkan tanah subur untuk tumbuh, PPKS pun tumbuh dari akar sejarah yang dalam. Pada awal 1990-an, ia menemukan bentuknya yang modern—terlahir kembali dari gabungan lembaga-lembaga penelitian yang sebelumnya berjalan sendiri-sendiri.
Balai Penelitian Perkebunan Medan, bersama nama-nama lain, melebur, menjadi satu jiwa. PPKS kini adalah pohon besar, dengan akar yang tertanam dalam dan cabang-cabang yang merentang ke segala arah.
Winarna, Kepala Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, mengatakan, PPKS beroperasi di bawah PT Riset Perkebunan Nusantara (PTRPN), anak perusahaan holding perkebunan negara, PTPN III. Bersama dengan pusat penelitian lain, seperti penelitian karet, teh, gula, dan kopi kakao, PPKS menjadi bagian dari ekosistem riset nasional.
"PPKS adalah pusat inovasi yang berfokus pada peningkatan produktivitas dan keberlanjutan industri kelapa sawit. Kegiatannya mencakup seluruh rantai nilai, mulai dari pengembangan benih unggul, pengelolaan tanah, pengendalian hama, hingga mekanisasi proses pengolahan," ujar Winarna kepada TrustNews.
"Selain itu, PPKS juga melakukan penelitian sosial ekonomi untuk memastikan hasil risetnya relevan dengan kebutuhan pasar dan masyarakat," tambahnya.
Selama puluhan tahun, lanjutnya, PPKS telah menghasilkan portofolio kekayaan intelektual yang mencakup paten dan varietas tanaman unggul, yang dikomersialisasikan untuk mendanai penelitian lebih lanjut.
"Sejak 2022, PPKS juga mulai mengintegrasikan bioteknologi dan bioindustri, menunjukkan kemampuannya beradaptasi menghadapi tantangan dan peluang baru," ungkapnya.
Meski secara resmi berada di bawah PTRPN, ditegaskannya, PPKS tetap mempertahankan nama historisnya. Hal ini mencerminkan warisan lembaga ini sebagai pelopor dalam penelitian kelapa sawit yang telah berdiri sebelum pembentukan organisasi induknya.
“Kami bukan sekadar cabang atau unit; kami adalah PPKS,” tegasnya.
Memasuki abad kedua keberadaannya, PPKS tetap teguh pada misinya untuk menjembatani riset dengan industri. Dari kantornya di Medan, lembaga ini terus menawarkan solusi yang memperkuat daya saing Indonesia sekaligus menghadapi kompleksitas pasar global yang terus berkembang.
"Industri kelapa sawit global menghadapi tekanan yang meningkat terkait isu lingkungan dan sosial. Dalam konteks ini, peran PPKS menjadi semakin penting. Pendekatan terpadu yang menggabungkan dimensi teknis, lingkungan, dan sosial-ekonomi menjadikannya pusat inovasi yang mendukung keberlanjutan kelapa sawit," ujarnya.
"PPKS menjadi motor penggerak inovasi. Kontribusinya tidak hanya mendukung industri domestik tetapi juga memperkuat posisi Indonesia sebagai pemimpin global dalam penelitian dan pengembangan kelapa sawit," pungkasnya.