
Namanya mungkin belum akrab di telinga publik awam, namun pengaruhnya berdenyut di nadi ekonomi daerah. PT Penjaminan Kredit Daerah (Jamkrida) Kalimantan Timur adalah salah satu penopang penting bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Meski tak seterkenal lembaga keuangan besar, peran Jamkrida Kaltim sangat nyata, khususnya bagi pelaku ekonomi akar rumput. Sebagai perusahaan milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, Jamkrida hadir sebagai jembatan akses modal bagi UMKM dan sektor produktif lain yang kerap terkendala agunan.
Pandemi Covid-19 menjadi ujian berat. Seperti banyak institusi keuangan lainnya, Jamkrida Kaltim sempat terpuruk. Portofolio penjaminan menurun, likuiditas tertekan, dan keberlanjutan perusahaan dipertanyakan. Namun, berkat restrukturisasi internal dan pulihnya kondisi ekonomi nasional, perusahaan ini mampu kembali ke jalur pertumbuhan.
Tahun 2023 menjadi titik balik krusial. Suntikan modal sebesar Rp100 miliar dari Pemprov Kaltim meningkatkan ekuitas perusahaan secara signifikan. Dana tersebut menjadi fondasi untuk strategi ekspansi yang lebih agresif dan inklusif.
Kini, arah perusahaan mengacu pada strategi 2025 yang lebih progresif menjangkau sektor-sektor ekonomi yang sebelumnya terpinggirkan. Fokus utamanya mencakup penjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR), dukungan terhadap koperasi dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), serta kemitraan strategis dengan Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB).
“Ini bukan sekadar diversifikasi bisnis, tapi juga memperkuat struktur ekonomi lokal dengan menjamin entitas yang selama ini terpinggirkan dari sistem keuangan formal,” ujar Agus Wahyudin, Direktur Utama Jamkrida Kaltim, kepada TrustNews.
Jamkrida Kaltim juga tengah bersiap mengambil peran lebih besar dalam proyek-proyek infrastruktur melalui penjaminan Surety Bond dan Kontra Bank Garansi—dua instrumen penting bagi kontraktor lokal yang ingin berpartisipasi dalam pembangunan di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, termasuk dalam proyek besar pengembangan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Tak kalah penting, perusahaan ini mengedepankan digitalisasi. Melalui platform penjaminan online berbasis web dan integrasi sistem Host-to-Host dengan mitra kerja, Jamkrida memangkas hambatan birokrasi yang kerap menghambat pelaku usaha kecil. Bahkan, dengan skema Layanan Penjaminan Tanpa Kantor (LPTK), perusahaan dapat hadir tanpa kehadiran fisik.
“Upaya digitalisasi ini bukan hanya memperluas jangkauan ke pelosok kabupaten dan kota, tetapi juga memberdayakan agen-agen pemasaran lokal sebagai perpanjangan tangan perusahaan,” tambahnya.
Namun, tak semua program bisa dijangkau. Dalam konteks program nasional penghapusan utang UMKM, Jamkrida Kaltim belum dapat terlibat karena belum memiliki hubungan penjaminan dengan bank-bank besar penyalur seperti BRI, Mandiri, BNI, dan BTN.
“Kami tidak terlibat langsung dalam program penghapusan utang UMKM. Sampai saat ini, Jamkrida Kaltim belum memiliki kerja sama penjaminan kredit dengan keempat bank BUMN tersebut,” jelasnya.
Meski begitu, kontribusi nyata Jamkrida Kaltim terhadap sektor UMKM tak bisa diabaikan. Hingga akhir 2024, tercatat 6.768 UMKM telah mendapatkan dukungan penjaminan dari perusahaan ini menciptakan lebih dari 27.000 lapangan kerja.
“Banyak dari mereka yang sebelumnya terkendala agunan kini mulai mencicipi peluang pertumbuhan berkat jaminan yang diberikan,” tegas Agus.
Jamkrida Kaltim tidak membangun kejayaannya lewat gebrakan besar. Ia hadir sebagai fondasi, menjahit kembali jaring sosial-ekonomi daerah yang sempat koyak. Ia menawarkan jaminan, harapan, dan kepercayaan bahwa siapa pun bisa tumbuh, asalkan diberi kesempatan.
“Kami membawa narasi baru bahwa pertumbuhan sejati tak hanya ditarik dari atas, tetapi juga didorong dari bawah,” pungkasnya.