Otoritas Jasa Keuangan (OJK) siap memberikan berbagai insentif untuk mendukung program pemulihan ekonomi nasional.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso me-ngatakan OJK siap memberikan berbagai insentif yang terukur pada sektor tertentu agar masyarakat dapat mulai bangkit. Berbagai sektor menjadi perhatian regulator.
Di antaranya, OJK siap melanjutkan relaksasi ketentuan untuk kredit maupun pembiayaan sektor kesehatan hingga tahun depan. Sektor jasa keuangan juga sudah siap untuk mendorong sektor ke-sehatan agar memiliki ruang yang lebih untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.
"Kami siap untuk memberikan sektor yang terutama sektor kesehatan. Di 2021 hingga mungkin di 2022 masih membutuhkan service kesehatan yang luar biasa. Dan sektor jasa keuangan tetap stand ready untuk mendorong sektor kesehatan," katanya.
Menurut dia, sektor jasa keuangan akan tetap stay ready untuk mendorong sektor kesehatan agar mempunyai ruang yang lebih untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Tak hanya untuk kesehatan, Wimboh melanjutkan, berbagai insentif juga siap untuk didorong kepada sektor-sektor lain yang membutuhkan. OJK disebutnya telah mengukur sektor-sektor tertentu yang memang membutuhkan bantuan, termasuk untuk konsumsi sekunder yang dinilai bisa bantu pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Ini tentunya kita dorong dengan berbagai demand yang berupa konsumsi sekunder. Ini insentif yang luar biasa untuk mempercepat pertumbuhan, terutama angka-angka yang kaitannya dengan penjualan motor belum pulih seperti semula. Ini tentunya akan kami dorong," ucapnya.
Dilanjutkannya, "Penjualan mobil belum pulih, real estate belum pulih, sehingga ini membutuhkan dorongan lagi insentif apa yang harus kita lakukan. Kita siap dilakukan di 2021."
Berbagai kebijakan lain untuk mendukung program pemulihan ekonomi nasional seperti pemberian status so-vereign bagi lembaga pengelola investasi, serta mempermudah dan mempercepat akses pembiayaan melalui digital.
OJK juga mengeluarkan kebijakan restrukturisasi berulang selama periode relaksasi paling lama hingga Maret 2022. Untuk ini, OJK memberikan catatan kepada perbankan agar tidak memberikan pinalti bagi yang melakukan restrukturisasi.
"Karena mereka ibaratnya harus kita elus-elus biar cepet bangkit karena yang direstrukturisasi jumlahnya cukup besar yakni 18% dari total kredit, yang jumlahnya Rp970 triliun. Terutama UMKM kita bangkitkan supaya nanti segera normal," imbuhnya.
Sementara itu, OJK mencatat tren restrukturisasi kredit mulai melandai. Me-nurut Wimboh, permohonan restrukturisasi saat ini sudah mulai flat.
Bahkan, ada kecenderungan tren restrukturisasi mulai mengalami penurunan karena beberapa debitur mulai proses pemulihan. Realisasi restrukturisasi perbankan sampai dengan 4 Januari 2021 sebanyak 7,57 juta debitur dengan outstanding restrukturisasi senilai Rp971,08 triliun.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 5,81 juta debitur UMKM dengan outstanding kredit sebesar Rp386,63 triliun. Sedangkan sebanyak 1,76 juta debitur non UMKM dengan outstanding restrukturisasi sebesar Rp584,45 triliun.
"Restrukturisasi sudah flat angkanya Rp970 triliun. Bahkan sudah mulai turun karena sudah ada beberapa yang recovered," katanya.
OJK, lanjutnya, telah memperpanjang kebijakan restrukturisasi seperti yang tertuang dalam POJK 11/2020. Restrukturisasi dapat dilakukan berulang paling lama sampai dengan Maret 2021.
Namun, OJK memberikan catatan agar perbankan tidak memberikan pinalti tambahan kepada debitur yang telah melakukan restrukturisasi.
"Mereka ibaratnya harus kita elus-elus biar cepet bangkit. Karena yang direstrukturisasi jumlahnya cukup besar yakni 18% dari total kredit yang jumlahnya Rp970 triliun, terutama yang UMKM supaya nanti segera normal," tandasnya. (TN)