TRUSTNEWS.ID,. - Kecelakaan bus pariwisata menjadi kabar yang marak mewarnai lalu lintas di Indonesia paruh pertama.2024. Bahkan, kasus kecelakaan tersebut tidak hanya menyebabkan kerugian materil namun juga menelan korban jiwa.
Tengok saja 18 Januari 2024, bus pariwisata terguling di Tol Ngawi menyebabkan 2 orang meninggal dunia, dan 22 orang luka-luka. Pada 6 Februari 2024, bus pariwisata kecelakaan di Imogiri, Yogyakarta mengakibatkan 13 orang meninggal dunia, dan 47 orang luka-luka.
Pada 8 Februari 2024, bus pariwisata terguling di Bantul; 3 meninggal dunia, dan puluhan lainnya luka-luka, pada 11 Mei 2024, bus pariwisata kecelakaan di Subang menyebabkan 11 Orang meninggal dunia dan puluhan lainnya luka-luka. Bahkan saat lebaran kecelakaan maut 'travel' gelap yang menewaskan 12 orang Jalan Tol Jakarta-Cikampek Kilometer 58 pada 8 April lalu.
Ateng Aryono, Sekjen DPP Organisasi Angkutan Darat (Organda), mengatakan, upaya mewujudkan keselamatan dan keamanan bus pariwisata harus menjadi concern semua pihak. Secara peraturan berada di wilayah kerja Kementerian Perhubungan. Bidang sarana dan prasarana jalan ada di wilayah Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Sementara untuk kendaraan (bus) berada di Kementerian Perindustrian. Adapun dalam urusan penegakan hukum di jalan raya ada pada Kepolisian.
"Ini ekosistem yang besar karena melibatkan begitu banyak pihak mulai kementerian, kepolisian, pabrikan termasuk tempat pengelola wisata hingga Masyarakat pengguna serta dinamika perkembangan penyedia jasa angkutan dan pengemudinya. Perlu kesadaran semua pihak untuk mentaati tata aturan yang berlaku," ujar Ateng Aryono kepada TrustNews.
"Kalau semua pihak taat aturan dan menyadari bahwa yang diangkutnya berkaitan erat dengan nyawa manusia. Tentunya memberikan dampak pada turunnya angka kecelakaan lalu lintas," tambahnya.
Dia menyebut, masalah yang terjadi pada ekosistem pariwisata sangat beragam, diantaranya pengguna jasa yang sensitif terhadap harga, monitoring dan pembinaan tempat wisata, serta dinamika dan perkembangan penyedia jasa angkutan.
"Ada juga permasalahan dari sisi pengawasan dan pembinaan penyedia jasa angkutan serta kebijakan dari regulator itu sendiri maka perlunya disusun rencana masing-masing pemangku kepentingan sesuai dengan bidang tugas masing-masing agar tercipta solusi yang konkret," ucapnya.
Menurut Ateng, Organda terus mendesak agar pengawasan, penindakan tegas serta kepedulian dari seluruh pemangku kepentingan agar mencegah kecelakaan bus tidak terus berulang.
"Saat ini biaya KIR sudah dipangkas namun diperketat walaupun belum di seluruh daerah tapi tetap banyak (pelaku angkutan) yang tidak melakukan kewajiban ini. Dengan demikian, pengawasan dan punishment yang tegas di lapangan harus lebih ditingkatkan," ujarnya.
Ateng menegaskan, penyelenggaraan yang tidak sesuai undang-undang ini sanksi tegas, keras dan konsisten.
"Harusnya penyelenggaraan tidak sesuai undang undang ini sanksinya tegas, keras dan konsisten. Inilah yang membuat pelaku angkutan tidak sesuai regulasi menjamur dan sangat bebas berkeliaran, saya pastikan ini sangat banyak sekali di lapangan," tegasnya.
Bahkan Organda, menurutnya, sudah sejak 2018 meminta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) membuat informasi data bus wisata agar publik dapat mengecek kondisi bus sebelum digunakan. Informasi data bus wisata ini bisa menghindari kemungkinan kecelakaan terjadi.
"Informasi tersebut berupa nama perusahaan, alamat, pemilik, izin operasi, dan kir terakhir yang mudah diakses bagi calon pengguna bus wisata atau pengelola kegiatan (event organizer)," pungkasnya. (TN)