TRUSTNEWS.ID,. - Terlepas dari betapa genting dan mendesaknya masalah perdagangan orang saat ini, yang jelas kompleksitas bentuk kejahatan tersebut telah melahirkan kesan masih sangat sulit untuk diatasi. Para pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) kebanyakan merupakan kelompok yang terorganisir, serta menggunakan jaringan yang tidak mengenal batas wilayah ataupun mempedulikan nilai moral.
Faktor belum adanya standarisasi monitoring dan sistem komunikasi dan koordinasi menjadi celah persoalan dalam upaya pemberantasan TPPO. Berbagai pertanyaanpun muncul, apakah upaya yang telah dilakukan dan anggaran yang telah dihabiskan sudah cukup efektif dalam menjawab isu dan tantangan dari kejahatan perdagangan orang? Apakah upaya yang dilakukan tersebut telah memberikan perubahan bagi para korban TPPO? Apakah upaya pendekatan ini telah mengalami perbaikan dari waktu ke waktu?
Kondisi inilah yang akhirnya membuat Presiden RI Joko Widodo ikut turun tangan lagisoal TPPO. Terkait hal ini, mantan Walikota DKI Jakarta tersebut kembali mengeluarkan ultimatum tegas kalau TPPO harus diberantas tuntas, dari hulu sampai ke hilir. Untuk merealisasikan itu, Indonesia akan mendorong pembahasan isu pemberantasan perdagangan orang pada pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-42 ASEAN 2023 di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT). “Saya tegaskan bahwa kejahatan perdagangan manusia harus diberantas tuntas dari hulunya sampai ke hilir. Saya ulangi, harus diberantas tuntas,” kata Presiden Jokowi dalam konferensi pers di Nusa Tenggara Timur, Senin (8/5/2023).
Menurut Presiden Jokowi, pembahasan pemberantasan TPPO di KTT ASEAN 2023 sangat penting, terutama (TPPO) online scams (penipuan daring). Karena, sambung Presiden, korban kejahatan ini merupakan rakyat ASEAN, termasuk sebagian besar Warga Negara Indonesia (WNI). “Ini penting dan sengaja saya usulkan, terutama (TPPO) online scams (penipuan daring). Karena korbannya adalah rakyat ASEAN dan sebagian besar adalah WNI kita,” imbuhnya.
KTT ASEAN kali ini, lanjut Presiden Jokowi, akan menyepakati kerja sama dalam pemberantasan TPPO ini. “Dalam KTT nanti akan diadopsi dokumen kerja sama penanggulangan perdagangan orang akibat penyalahgunaan teknologi,” ungkapnya.
Perintah Presiden Jokowi kepada aparatnya terkait terhadap masalah TPPO ini mendapat apresiasi positif dari Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI), Ayub Basalamah. Ketua APJATI untuk periode 2020-2024 itu juga mengapresiasi kinerja aparat yag belum lama ini menangkap ratusan orang pelaku TPPO.
Namun demikian di matanya upaya tersebut belum sebanding dengan nasib ribuan anak-anak bangsa yang diberangkatkan oleh bandar-bandar TPPO setiap bulannya melalui Bandara Internasional Soekarno Hata, Bandara Juanda, Surabaya dan beberapa bandara intrnasional lainnya, baik secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan bahkan cenderung bekerjasama dengan sejumlah pihak terkait secara masif.
“Saat ini yang tertangkap hanya pion-pion kecil saja. Bandar-bandar besarnya masih tetap berkeliaran bebas setiap hari dan masih memberangkatkan anak-anak kita tampa berprikemanusian,” tegas Ayub kepada Trustnews melalui wawancara khusus belum lama ini.
Diakuinya, penegasan terhadap pemberantasan kejahatan TPPO sudah pernah di sampaikan Presiden saat pembukaan Musyawarah Nasional (Munas) Apjati di Bandung tahun 2020 didepan pejabat terkait, tetapi sampai sekarang belum mampu melawan kejahatan kemanusian secara masif.
Untuk itu Apjati berharap perintah Presiden Joko Widodo dari Labuan Bajo belum lama ini bisa direspon dan ditanggapi secara serius oleh pihak terkait agar setidaknya berkurang korban anak-anak bangsa yang terperdaya oleh bandar-bandar TPPO. Tindakan efek jera harus dilakukan dengan membawa bandar-bandar TPPO ke meja hijau.
Apjati sebagai asosiasi perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia juga berharap perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam penempatan kejahatan TPPO yang saat ini dalam proses oleh Kementerian Tenagak Kerja (Kemenaker) izinnya segera dicabut dan semua berkasnya dilimpahkan ke Mabes Polri agar ditindak lanjuti secara hukum. “Menurut informasi yang kami terima ada 11 perusahaan yang diproses oleh aparat Pembinaan dan Pengawasan (Binawas) Kemenaker dan Polri itu. Mereka adalah pelaku-pelaku utama selama ini. Namun gembong-gembongnya masih belum tersentuh oleh hukum. Perintah Presiden menjadi momentun pemberantasan perdagangan orang dan dijadikan sebagai semangat nasional bagi kita semua,” pungkasnya.